Thursday, July 30, 2009

Tok Janggut

Kuharung sungai kususur bukit tujuh gua yang silam
aku murba perkasa kautuduh penderhaka celaka.

Aku tak pandai berselindung dengan tembang dan senandung
suaraku tak mungkin semerdu seruling.

Aku tak rela tanah darahku diinjak dijajah
aku tak rela hasil bumiku dicantas dipulas
aku tak rela Melayu bangsaku dipandirkadukkan
aku tak rela Islam agamaku disendatemehkan.

Tok Janggut Haji Mat Hassan namaku
tujuh lapis langit terpikul di bahu
tujuh lapis bumi tercengkam di kaki.

Aku pulang dari tanah Makkah yang putih dan suci
ingin kulihat tanah darahku tanpa penjajah.

Kubaca Jamaluddin Al-Afghani, kuhafal reformis
Muhammad Abduh dan kugenggam idelogi Rashid Redha.

Tok Janggut Haji Mat Hassan namaku
anak Kelantan kelahiran Pasir Puteh
Kampung Saring mahupun Jeram
adalah padang permainanku
adalah gelanggang silat
tempat aku memperlimaukan diri.

Aku pulang dengan siap sedia asal mula
sebagai lelaki anak jantan perkasa
aku siap sedia menitiskan darah ke ranting cempaka
ini tanah darahku, tak akan kurela kaukikis habis
kuoleng mangkuk mimpi para tiran
inilah nafasku angin bergugus menyebarkan tandus
dan, bah! Darah matahariku akan terpercik
ke tanah Pasir Puteh.

Ringkik angin topan, sedialah kau
akan kuamuk kugetus kantung nyawamu
kalaupun aku mati di tangan bangsaku
aku mati sebagai pembela sejati.

Mutiara tetap mutiara
meskipun terpendam
di perut tiran
jauh pada dasar lautan!

(Mutiara Pertiwi, DBP: 1995)

2 comments:

edolah said...

sheikh,
nak kawe deklamasi lagi sekali ko sajak ni? Kenangan 96 masih bergula di ingatan...

Rahimidin Z said...

tuan edolah,
boleh saja.