Sembahyang

Saya sedang membaca kitab “Cahaya di atas Cahaya” tulisan KHM Zen Syukri, seorang Kiyai yang mencecah 91 tahun usianya. Beliau telah menulis banyak buku yang berasal daripada catatan kuliahnya di masjid Nurul Hidayah, belakang Pasar Cinde, Palembang. Apabila saya mencari karyanya yang lain di internet saya menemukan fbnya. Saya memohon menjadi “sahabat”nya dan beberapa hari kemudian beliau menerima saya. Selain “Cahaya di atas Cahaya”, beberapa buah bukunya yang lain amat menyenangkan saya.
Apabila beliau menulis mengenai “Menuju Sholat yang Maqbul”, “Sholat Orang Awam versus Sholat Orang Terpilih’, “Sholat: Pertemuan Di Medan Qodim”, “Meringankan Sholat Sunah Fajar”, dan “Sholat Sunah Tobat dan Doa-Doa” – sebak saya jadinya. Beliau menulis (2009:149); “Ketahuilah hai orang-orang yang ingin dekat dengan Allah bahawa batu ujian bagi orang sembahyang adalah hati. Iblis tidak akan mengganggu badan dan mulut, tetapi menganggu hati.” “Jika hati orang yang sholat tidak khusyuk, walaupun lidahnya fasih, gerak badannya sudah benar, hatinya tidak hadir kepada Allah. Lihat peringatan Allah di surat Al-Ma’uun.”
Membaca bukunya dari satu bab ke bab yang lain sepertilah saya sedang menyelak halaman buku diri saya sendiri. Saya menemukan di fbnya: “Barang siapa sembahyang, tetapi tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji (jahat) dan mungkar, niscaya sembahyangnya itu tidaklah menjadikan dirinya bertambah dekat kepada Allah, melainkan bertambah jauh.”
Satu hari saya harus ke Palembang menemukan Kiyai yang seorang ini.